Pilkada Jabar 2018. Hitung-hitungan peta politik Jabar setelah tahun 2015, menurut Pengamat Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran (Unpad) memprediksi peta politik Jabar setelah 2015 akan terpusat pada Pilgub Jabar 2018 dan perebutan kursi partai besar.
Jabar sebagai provinsi penyangga peta politik pusat menjadi alasan utama politik Jabar lebih dinamis bahkan berubah cepat dari beberapa tahun sebelumnya. Karena politik menuntut kaderisasi yang cepat maka peta politik Jabar pun serupa akan lebih terpacu walaupun diketahui kultur budaya masyarakat Jabar yang menjadi provinsi urban apatis terhadap politik. Tuntutannya masyarakat melihat tidak banyak perubahan yang dihasilkan politik selain memunculkan wajah wajah baru penguasa yang cenderung aman mengamankan kelompoknya.
Seperti dikutip KabarRakyat.co, Pengamat Politik dan Ilmu Pemerintahan Unpad, Muradi melihat lima hal yang mungkin terjadi pada peta politik Jabar setelah tahun 2015.
Pertama, proses kaderisasi partai politik. Prediksinya tidak akan jauh berbeda dengan kaderisasi politik pusat. Artinya kekosongan kader struktural pusat mempengaruhi kekosongan kader struktural di Jabar.
Suksesi Gubernur/Wakil Gubernur Jabar 2018 yang sangat memengaruhi corak politik Jabar. Arahnya cenderung pada persaingan figur-figur atau tokoh yang diprediksi akan maju di Pilkada Jabar ketimbang profil partainya darimana. Partai tidak lagi menjadi tolok ukur masyarakat Jabar yang multi kultural dan urban.
“Suhunya akan mulai panas pada tahun 2016,”terang Muradi, di Kampus Unpad Dipatiukur Bandung, Rabu (31/12/2014).
Kedua, rentetan konflik internal partai politik di tingkat pusat juga mempengaruhi konflik internal partai politik di Jabar. Bak jamur di musim hujan, konflik internal partai politik juga akan tumbuh subur di Jabar. Sebut saja beberapa partai politik yang konflik, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, yang juga mempengaruhi kondisi internal partai politik di Jabar.
“Jabar segera cari aman dengan pola pendekatan ke kedua kubu tersebut,”ujar Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Unpad ini.
Ketiga, konsolidasi kader partai politik sangat minim seiring melemahnya peran parpol di tengah tengah publik. Saat ini kecenderungan yang muncul ialah bagaimana masyarakat melihat tokoh yang diusungnya, entah dari partai mana itu soal nomor dua. Contohnya, pada level nasional figur calon presiden Jokowi dan Prabowo masyarakat tidak memandang lagi apa partainya. Yang terpenting mereka mengetahui figur tokoh yang dicalonkannya apakah seirama dengan masyarakat atau tidak.
Keempat, kecenderungan masyarakat peduli akan kondisi politik di Jabar tidak begitu diperhatikan. Sederhananya mau seperti apa kondisi politiknya masyarakat tidak memengaruhi masyarakat. Masyarakat yakin politik bukanlah jalan utama perubahan di masyarakat karena selama ini faktanya masyarakat sudah faham betul politik tidak lebih sebagai perahu kekuasaan yang cenderung haus perhatian pada masa masa tertentu.
“Untuk Jabar bahkan respon masyarakat cenderung acuh. Respon hanya muncul ketika hajat politik tiba,”katanya.
Kelima, lanjut dia, penguasaan dan respon tepat berkaitan dengan permasalahan yang ada dengan Jawa Barat.
“Di antaranya gubernur Ahmad Heryawan, Tb. Hasanudin yang akan banyak fokus di pusat,”katanya.
Bisa dikatakan peta politik Jabar setelah Pilkada serentak 2015 akan mengalami perubahan yang drastis, mulai struktural partai, dan peta politik Jabar akan terpusat pada Pilgub Jabar 2018 pada tokoh tokoh publiknya bukan pada partai yang diusungnya.
Comments
Post a Comment