Pilkada Jabar 2018. Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) masih kesulitan menggunakan sistem e-voting atau pemilihan elektronik pada Pilkada serentak 2015. Untuk menerapkan e-voting KPU minimal menyaipkan tenaga ahli IT untuk melakukan sosialisasi, sekaligus pemungutan suara.
Wacana e-voting Pilkada serentak sendiri diusulkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla yang menginginkan KPU mulai mengefektifkan pemilihan dengan sistem e-voting. Sehingga pemilihan akan lebih cepat dan efisien, namun resikonya dibuthkan sumberdaya manusia yang handal menggunakan IT dan tentunya penggunaan e-voting rawan diretas.
Komisieoner KPU Arief Budiman menjawab untuk teknologi e-voting belum sepenuhnya bisa diterapkan dalam Pilkada mengingat dibutuhkan biaya dan teknisi IT yang handal. Walaupun ia akui penggunaan IT dapat mendorong efisiensi waktu Pilkada dan dirasa lebih praktis bagi sebagian masyarakat yang sudah mengerti informasi internet. Di sisi lain dibutuhkan ketelitian ekstra tinggi agar input e-voting dapat tepat sasaran dan mengena sesuai kondisi lapangan. Tentunya dengan pertimbangan kemungkinan eror pada teknologi informasi dan perangkat yang digunakan ahli IT dari KPU.
"Tapi teknologi juga belum tentu 100 persen sempurna. Risiko lain biaya membengkak di awal dan sistem bisa ada yang rusak," kata Arief seperti dikutip CNN Indonesia Jumat malam (30/1/2015).
Penggunaan teknologi informasi IT pada Pilkada serentak 2015 belum bisa berjalan betul karena anggaran yang ada belum diperbaharui termasuk dalam pengembangan teknologi pemilihan umum. Sehingga KPU akan lebih dulu mengkaji kebijakan dalam penggunaan teknologi pada Pilkada serentak 2015.
"Tim kami masih mengkaji dan sudah bergerak," kata dia.
Di saat yang sama sosialisasi pemilu melalui teknologi informasi dunia maya sangat membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sementara saat ini KPU baru melakukan digitalisasi data logistik pemilu dan pemutasian data pemilu, termasuk sistem pemindaian data. Penggunaan teknologi informasi terus didorong pemerintah untuk dijalankan KPU RI. Alasannya selama ini hasil perhitungan manual cenderung membutuhkan waktu yang lama dan menunggu sampai sebulan. Melalui teknologi informasi pada pemilu bisa mendorong pelaksanaan e-voting.
"Kami diinstruksikan menggunakan teknologi lebih masif lagi dan (Wakil Presiden) Pak JK ingin sistem yang lebih canggih agar hasil pemilu tidak perlu menunggu 30 hari," ujar Arief.
Sebelumnya, KPU RI diundang oleh Wapres RI Jusuf Kalla di kantor Wakil Presiden yang meminta KPU siap untuk menyelenggarakan sistem pemilu berbasis teknologi informasi. Permintaan Wapres RI Jusuf Kalla kepada Ketua KPU, Husni Kamil Manik merupakan permintaan resmi kenegaraan sehingga patut adanya usulan itu dipertimbangkan matang oleh KPU sebagai kebijakan inovatif penggunaan teknologi informasi pada Pemilu utamanya di Pilkada serentak 2015.
"Pak Wapres meminta kami (KPU) untuk fokus dan konsentrasi dengan bagaimana penggunaan IT yang bisa dilakukan di Indonesia," ujar Husni Kamil di Kantor Wapres, Jakarta.
Menanggapi hal itu KPU langsung menjawab dengan membetuk tim yang ahli di bidang IT. Tentunya KPU akan melakukan persiapan penggunaan IT dalam Pilkada secara bertahap untuk memastikan Pilkada dapat berjalan dengan sistem informasi terpadu yang mempermudah penghitungan hasil suara. Diakuinya sistem IT pada pemilu dapat mendorong lancarnya pelaksanaan Pilkada serentak di 204 wilayah dari 8 provinsi dan 186 kabupaten/kota.
Pelaksanaan pilkada sebesar 1,1 triliun. Sebagai perbandingan, pada Pemilu Presiden 2014 KPU menggelontorkan anggaran Rp 7,9 triliun untuk dua putaran.
Comments
Post a Comment